Wishes
Pengap. Udara
di ruangan ini hanya cukup mengisi paru-paru ku saja. Bosan! Ruangan ini hanya
berisikan sekelompok anak-anak yang hanya peduli akan dirinya sendiri. Mereka
berpikir dengan semua uang yang orangtua mereka punya, tanpa ada teman pun atau
orang lain mereka bisa.
It’s
not be a problem for me, but why not if we have friends ? I think friends will make
our live happy. Right ?
Sebaiknya
aku pergi ke balkon lantai 3, setidaknya aku dapat oksigen yang lebih banyak,
tidak hanya mengisi paru-paruku tapi otakku juga agar CO₂ tidak mengepung kepalaku.
“
Mau kemana Lun ? “ tanya Tira yang tiba-tiba sudah ada di belakangku.
“
Ke Balkon, kau mau ikut ? “ kataku menawarkan.
“
Nanti aku menyusul setelah membaca 5
seri comic lagi ." jawab Tira yang ku balas dengan anggukan.
Tunggu,
pernyataan ku tadi tidak berlaku untuk Tira. Tira si komikus adalah gadis yang
ramah, tidak seperti yang lain. Tira terlahir menjadi anak tunggal pemilik
sorum mobil terbesar di Bandung, walupun begitu ia tidak sombong dan angkuh.
Terkadang setelah pulang dia mengajar anak-anak panti asuhan, jika sempat aku
ikut menemaninya.
***
Koridor
tampak sepi, tidak seperti biasanya.
Aku
melihat di lapangan tampak ramai, sepertinya hari
ini ada pertandingan basket dan pasti
kak Jo yang turun. Aku mencari-cari sosoknya tapi di
lapangan namun terlalu ramai, yang kulihat hanya kak Caca kekasih kak Jo.
Kak
Caca sangat cantik, dia model sampul di sebuah majalah terkenal. Selayaknya
para model , dia memiliki kulit putih susu, rambutnya coklat emas bergelombang,
tubuhnya tinggi langsing. Dibandingkan denganku, sungguh berbanding terbalik. Sudah jelas aku kalah modis dan cantik dari kak Caca. Tubuh ku mungil, hobi kuncir kuda, punya empat mata, dan kulit ku tak secerah miliknya. Tapi menurut ibuku, aku gadis yang menarik dan manis, benarkah? Ah itu hanya penyemangat saja, fuh!
***
HUH!
Cukup melelahkan naik ke balkon sambil melamunkan kak Jo.
Sedari
tadi aku hanya bisa berandai- andai. Andai saja aku bisa dekat dengannya, andai
saja aku dan dia dipertemukan, dan andai saja aku bisa mengenalnya lebih dulu
dari kak Caca. Semuanya hanya ‘Andai’. Aku berharap walaupun dia
hanya mengenal nama dan wajahku tak mengapa, aku pun tak berharap lebih dari
itu. Aku tahu siapa diriku. Aku hanya ingin berteman dengannya, dengan lelaki
yang membuatku jatuh cinta untuk pertama kali dihidupku.
Semua orang bilang waktu yang indah itu akan datang pada
saat yang tepat, asalkan kita bersabar dan tak mengeluh. Dan itu aku lakukan
sekarang, bersabar samapai waktu yang ku nanti itu datang.
Aku
berdiri di pinggir balkon, tidak
jauh dari lapangan basket. Dari
sini aku melihat jelas kak Jo. Balkon
ini berada di gedung B lantai 3, karena letaknya yang strategis jadi lebih
mudah untuk melihat semua yang ada
di sekitar Magenta Senior High School.
Sekolah
ini merupakan SMA swasta favorite dan salah satu sekolah internasiaonal terbaik
di Bandung. Fasilitas untuk siswa-siswi pun lengkap tidak ada kekurangan
sedikitpun. Suasana alam dan cuaca di Bandung menambah nilai plus sekolah ini. Jutaan
siswa-siswi yang lulus dari sekolah ini berhasil meraih segudang prestasi di
kanca dunia.
Aku
bangga bisa lolos seleksi untuk kesekolah ini, dari jutaan pendaftar hanya 150
orang yang diterima. Aku berharap setelah lulus aku bisa masuk Universitas Seni
terbaik di Seoul , Korea Selatan.
“SHOOT,
YEE!” Teriak ku bersamaan dengan yang lain saat kak Jo mencetak three point. Aku
sudah sering melihat dia melakukan itu, tapi tetap saja rasanya seperti pertama
kali melihat, ia tetap mengagumkan.
Pertandingan
selesai. Kali ini tim kak Jo mengalahkan telak tim angakatanku dengan skor
21-9. Setelah pertandingan selesai kak Jo langsung berlari ke arah kak Caca dan
merangkulnya keluar lapangan.
Hanya
senyum tipis yang ku lakukan saat melihat kejadian seperti ini.
***
Aku
coba menghidupkan Mp3 ku, dan lagu pertama yang kudengar dari earphone biruku
adalah instrument lagu dalam film Endless Love yang dimainkan Gi Do. Lembut dan
menenangkan
rasanya aku ingin tidur. Ku
sandarkan tubuhku di dinding di sebelah pintu masuk balkon. Lambat laun mataku
terpejam , saat ini yang ku bayangkan adalah kak Jo. Aku membayangkan dia ada
di sampingku . Ya Tuhan sekarang aku mendengar suaranya, mencium aroma
farfumnya sangat dekat .
“Seandainya
Kak Jo disini “ Harapku. Ingin rasanya aku menyapanya. "Hai kak Jo, kenalkan aku Luna. Bolehkah kita
berteman ?” Adakah keberanian seperti itu padaku? Sepertinya mustahil.
Mata
ku kembali terbuka, aku berjalan kepinggir balkon.
BRAK!
Tiba-tiba
pintu balkon dihempas kuat. Aku bersembunyi dan mencari-cari siapa orang yang
menghempaskan pintu sekuat itu. Pertama kali yang kulihat dari pintu itu adalah
kak Caca kekasihnya kak Jo. Dia terlihat sangat kesal. Kulit putih susunya
berubah menjadi merah darah.
Apa
yang sebenarnya terjadi? Kak Caca mengomel tak jelas, setelah itu aku mendengar
suara seorang laki-laki, tapi aku tak begitu jelas dengan raut wajahnya karena
tertutup pilar-pilar dan suaranya juga tak begitu jelas karena mereka berbicara
cukup jauh dari tempat ku bersembunyi.
“Baiklah
kita putus!”Aku kaget. Aku tidak percaya kak Caca mengucapkan kata itu.
“Terserah!
Aku pusing! Lagi pula kau memang menginginkan kita seperti ini“ jawab laki-laki
itu yang sekarang ku yakini dia Kak Jo.
BRAK!
Pintu
dibanting sekeras mungkin ketika kak Caca pergi meninggalkan kak Jo yang
tertunduk di kursi balkon.
Aku
tak tega melihat kak Jo seperti itu. Laki-laki yang aku kagumi tertunduk
lemas. Dia yang biasa terlihat gagah, mempesona, kini jauh dari kesan itu. Dia
terlihat lusuh, raut mukanya kusut.
Apakah
ini yang disebut ketulusan cinta, hingga membutakan semua akal sehat? Aku
ingin mendekatinya tapi aku takut. Lagi pula siapa aku? Jika aku bertanya
mengenai keadaannya pasti dia akan marah.
Aaaaa!
Aku tak tega, aku tidak mau berdiam disini dan melihatnya bersedih seperti
itu. Sebaiknya aku keluar.
Aku
coba berjalan mendekatinya, tidak ada maksud untuk bertanya atau mengatakan
apapun hanya ingin memastikan dia tidak apa-apa. Jarak antara aku dan kak Jo
sekarang kira-kira 2 meter, tapi tetap saja tidak ada tanggapan darinya.
Aku
semakin mendekat, tapi tetap saja ia acuhkan aku. Akhirnya aku pilih untuk
pergi saja dan membiarkan dia sendirian. Ketika aku berada di dekat pintu aku
kaget melihat dia beranjak dari tempat duduknya. Spontan saja wajahku merah, aku menundukkan kepala biar kak Jo tak melihat wajahku.
“Maaf
jika tadi aku mengganggumu dan aku berharap tidak ada yang tahu dengan kejadian
ini kecuali kita bertiga.”
Dugdugdug!
Aku gugup untuk menjawabnya . Aku takut salah
bicara dan melakukan hal-hal bodoh.
Aku
memberanikan diri menoleh ke arahnya, saat itu aku melihat dia sedang menatapku
penuh harap. Aku tidak tahan jika lebih lama melihatnya. Aku mengangguk dan
pergi meninggalkannya.
***
Aku
menyusuri tangga sedikit berlari, rasanya aku ingin pingsan. Jantungku berdebar
begitu cepat. Aku berhenti sejenak, rasanya kakiku lemas, tidak sanggup menahan
tubuhku.
Oh
Tuhan dia, dia menatapku. Sungguh rasanya, perasaan ini, aku tidak bisa
menjelaskannya.
“Luna!”
Aku mendengar Tira sedikit
berteriak. Aku melihatnya
membawakan tasku, sepertinya dia kerepotan, tapi aku masih lemas. Tira sedikit
berlari mendekatiku.
“Kau
kenapa? Apa kamu sakit?” tanya cemas. Aku ingin memberi tahunya
mengenai apa yang sesungguhnya terjadi dan membuat ku seperti ini, tapi aku
tidak boleh mengatakannya pada Tira karena dia juga menyukai kak Jo.
“Aku
tidak apa-apa sekarang sudah pulang?" tanyaku, cepat-cepat mencairkan
suasana.
“Iya
, sekitar 10 menit yang lalu. Aku menunggu mu di kelas, tadinya ingin mengajakmu
menonton kak...“ Tira
diam dan mukanya merah.
“Kak Jo?” Kataku menyambung kalimatnya, tapi Tira langsung membekap mulutku.
“
Dia ada disini “ katanya berbisik kepada ku.
Kak
Jo berjalan melewati kami, dan ketika Tira
memanggilny, kak Jo berhenti, ia mendekat ke arah Tira, dia tersenyum lalu Tira
memberikan sebuah amplop berwarna biru.
“
Kak, besok aku ulang tahun, jangan tidak datang. Oh ya kata papa sampaikan juga
pada orang tua kakak “
“
Iya, nanti kak Jo sampein. Kakak duluan ya.“ Kak Jo pamit lalu tersenyum dan
dia melirik ku juga lalu tersenyum aku pun membalasnya dengan senyuman juga.
Kak
Jo dan Tira mulai dekat saat, om Fadli ayah Tira menjadi rekan bisnis ayah kak
Jo. Tira pernah bercerita kalau alasan dia masuk Magenta karena kak Jo. Tira
langsung jatuh cinta sejak pertama kali melihat kak Jo di kantor ayahnya.
“
Kita pulang sekarang yok.” Aku mengangguk “ Besok was kalau kau tidak dating! “
Ancamnya.Aku hanya mengangguk dan tersenyum.
***
Di sepanjang jalan ,
aku kepikiran kejadian tadi, saat kak Jo menatapku. Sepertinya aku butuh
refreshing, aku pergi ke mall sajalah sekalian beli kado Tira.
“Pak, anterin Luna ke
mall Palem , ada yang mau Luna beli, nanti gak usah tunggu kalo Luna udah
selesai baru dijemput.” Perintahku pada
Pak Ono, sopir ku. Dia mengangguk.
***
Setibanya di mall,
tujuan pertamaku adalah mengisi perut. Aku mampir ke sebuah foodcort yang
menyediakan aneka macam serabi, makanan kesukaanku.
Aku berjalan ke arah
tempat pemesanan dan aku kaget melihat kak Jo ada di antrian, sekarang dia ada
di depanku. Dengan siapa dia kemari? Aku menoleh ke belakang, aku mencari kak
Caca tapi dia tidak ada disini.
“ Hai! Kita beretmu
lagi.“ aku kaget mendengarnya menyapaku. Buru-buru ku balas dengan senyum kuda.
“ Kakak duluan ya, sepertinya cacing di perut sudah kelaparan.“ katanya bercanda. Aku tertawa mendengarnya. Dia sangat ramah tak seperti dugaan ku sebelumnya.
“ Kakak duluan ya, sepertinya cacing di perut sudah kelaparan.“ katanya bercanda. Aku tertawa mendengarnya. Dia sangat ramah tak seperti dugaan ku sebelumnya.
Mataku menggiringnya pergi ke arah meja di dekat jendela yang menghadap keluar.
Teralalu fokus melihat kak Jo sampai-sampai orang yang mengantri
dibelakangku menegurku.
“ Teteh maaf, jika masih lama boleh gak saya yang duluan.” Kata seorang
wanita dewasa yang mengantri dibelakangku. Aku tersenyum malu, lalu aku
buru-buru memesan makanan.
***
“Hei!” Aku menoleh ke sumber suara , yang kulihat kak Jo melambai-lambaikan
tangan dan menyuruhku mendekatinya. Aku kaget melihatnya seperti itu, ini
sesuatu yang mengesakan menurutku, mungkin karena aku tak terbiasa melihat dia seperti itu
kepadaku.
Aku mendekatinya, dia menyuruhku menemaninya makan.
“ Kenapa kamu datang sendirian? Biasanya aku suka melihatmu bersama Tira.“ tanyanya memulai pembicaraan. Tunggu dia tadi bilang , biasanya dia melihat ku
bersama Tira? Berarti dia memperhatikan ku, dia hapal dengan wajahku. Oh Tuhan!
“ Hari ini mau mencari kado buat Tira , jadi aku pergi sendirian .”
“ Ah, aku baru ingat besok Tira ulang tahun. Bagaimana kalau kamu temaniku?
Kita mencari kado Tira bersama? Setuju?”
Apa? Aku tidak percaya sungguh ini
hari keberuntunganku. Aku membalasnya dengan anggukan.
“Sedari tadi kita belum berkenalan, nama kamu siapa ?”
“Luna kak.”
“Just Luna?”
“ No, My name is Syaluna Maura Giannisa” kata ku memperkenalkan diri .
“ Hahaha, kau lucu sekali seperti anak SMP. “ katanya meledekku. Aku tidak
merasa kesal atau jengkel, malahan aku senang , karena aku merasa dia merespon
ku dan kehadiranku tidak diabaikan.
***
Kami masuk ke salah satu toko yang menjual pernak-pernik khusus cewek. Kami
membeli sebuah boneka Taddy Bear yang besar. Tadinya aku pikir kami akan
membeli sendiri-sendiri tapi dia memaksaku untuk membeli satu kado atas
nama kami berdua.
Aku menolak permintaannya, jika Tira tahu aku pergi bersama kak Jo mencari
kadonya Tira bisa berpikir yang aneh-aneh. Aku yakin dia akan marah dan mungkin
akan membenciku, aku tidak mau seperti itu.
“Baiklah jika kamu tidak mau, tidak apa-apa. Sekarang kita mau kemana lagi?
Aku akan menemani mu mencari kado lain untuk Tira.”
“Tidak perlu kak, Luna bisa sendiri kok, nanti bikin repot. “
“Sudahlah ayo!” Katanya memerintah. Aku kaget dia menarik tanganku , karena
takut aku akan mebantah lagi.
Sungguh jantungku berdebar dengan cepat, aku tidak tahu harus berbuat apa jika
sudah begini. Aku pun tidak begitu bersemangat mencari kado Tira seperti tadi.
Tubuh ku masih lemas, aku langsung masuk kesebuah toko jam, aku tidak terlalu
memilih-milih langsung ku beli saja jam yang menurutku cocok untuk Tira.
“ Na , rumah mu dimana ? “
“ Di komplek Griya Indah kak, tak jauh dari Dago. “
“ Aku juga lewat situ , nanti ku antar. “ tawarnya, yang langsung ku tolak. Bukan apa aku takut jika aku mati lemas karena tak tahan
terlalu dekat dengannya. Kak Jo tetap memaksa katanya dia tak enak membiarkan
seorang wanita pulang sendirian, walaupun aku sudah bilang kalau aku akan di
jemput. Tetap saja dia memaksa dan kali ini ia menggenggam tanganku lebih
kuat dan kami sedikit berlari menuju parkiran.
***
“ LUNA AWAS! “
Sebuah sedan hitam hampir menabrakku, tapi kak Jo lebih dulu menarikku.
Dia mendekapku. Aku terjaga di peluknya. Kakiku lemas, rasanya aku tak
mampu menopang tubuhku. Jantungku berdebar lebih cepat dari sebelumnya.
Aku bisa mendengar detak jantungnya lebih jelas, aku bisa mencium aroma
tubuhnya lebih lekat. Berada sangat dekat , dekat sekali sampai aku tak
mampu bernapas.
“ Kau tidak apa-apa?” tanyanya cemas. Dia begitu perhatian, sungguh aku , aku
, aku makin jatuh cinta.
“Lain kali kau harus lebih hati-hati!” aku hanya bisa mengangguk , mulutku
tak mampu mengucapkan sepatah katapun. Aku diam lebih dari seribu bahasa.
***
Sesampainya dirumah, dia hanya tersenyum dan mengucapkan terimakasih untuk
hari ini karena telah menemaninya. Aku tidak masuk kerumah sampai ia menghilang
dari penglihatanku.
Tuhan terimakasih untuk hari ini, terimakasih untuk membuatku bisa berasama
pangeranku.
***
Malam ini adalah waktu yang di tunggu-tunggu Tira. Tira berharap kak Jo
akan datang, lalu pangeran yang ia harap-harapakan juga akan mengutarakan cinta padanya,
ya siapa lagi yang dia maksud kalau bukan kak Jo.
“ Selamat ya Tira sayang, semoga hari-harimu lebih dari indah.”
“Terimakasih, kamu juga ya Na.” kami berpelukkan.
“Kamu tampak berebeda hari ini Na, aku sampai pangling melihatnya.
Ngomong-ngomong kau datang sendirian atau
? “
“Tidak aku sama pak Ono “ Tira tertawa mendengarnya.
“ Selamat ulang tahun Ra. “ Aku menoleh dan benar itu kak Jo. Dia tersenyum
melihatku. Tira melirik dan memberi isyarat kalau dia ingin berdua dengan kak
Jo. Mengerti isyarat itu aku pun pergi.
“ Luna mau kemana? “ Tanya kak Jo.
Yang hanya ku balas dengan senyuman .
***
Acara resmi sudah dimulai, tapi aku tidak mau beranjak dari taman ini. Aku
takut menyesal jika harus datang kesana melihat Tira dan kak Jo. Mereka memang
tidak ada hubungan apapun tapi itu mungkin terjadi, karena keluarga mereka
sudah sangat akrab.
“ Huh! Kenapa tidak ada bintang malam ini? Semakin sepi. “ gumamku.
“Kedalam biar ramai.”
Aku kaget , tiba-tiba kak Jo sudah ada di sebelahku
sekarang.
“ Kau terlihat berbeda malam ini, tampak cantik. Rambut yang biasa kamu
kuncir sekarang tergerai, biasanya menggunakan kaca mata hari ini kau tidak
menggunakannya, sangat natural “ katanya memuji. Aku senang mendengar dia
mengomentari ku.
“Kakak juga, semakin tampan.” Aku membalas. Dia hanya tertawa, setelah itu
kami berdua diam.
“Luna, kamu tahu kenapa aku berada disini ? “ tanyanya padaku . Aku
menatapnya lekat, dia tidak terlihat sedih atau pun ceria, expressinya datar.
“Kamu tidak tanya kenapa ? Kamu payah. “ katanya kesal. Aku hanya tersenyum
tipis.
“ Aku disini karena ingin bersamamu.” aku kaget mendengar ucapannya. “ Kamu
tahu Luna, sejak kita pergi bersama kemarin kamu orang pertama yang mampu
mencairkan suasana hatiku. Wanita itu dan kejadian kemarin membuat ku menjadi
laki-laki bodoh.“ Dia tersenyum sinis. “ Terimaksih Luna.“
Dia menatapku lagi, seperti pertama
kali kami bertemu. Aku hanya bisa tesenyum. Kami kembali dalam diam.
“Would you be my angel?”
Aku kaget mendengar dia mengatakan itu. Apa yang
sebenarnya terjadi akhir-akhir ini ? Apakah pangeranku ini sedang tertidur dan
belum kembali ke alam sadarnya?
“Tidak aku tidak bermaksud menembak mu. “ lanjutnya yang mambuat ku sedikit
lega dan cukup kecewa.
“Aku ingin kamu menjadi sahabat ku, menajadi adik kecilku. Berada
disampingmu aku sangat senang. Apa kamu menerima tawaranku ?”
Entah apa yang sebenarnya sedang dilakukan Tuhan. Aku tidak pernah
benar-benar membayangkan hal-hal seperti ini. Aku menatapnya dan dengan tegas
ku jawab “Of course, i will be your angel!” Dia menatapku lalu tersenyum
senang.
Kita tidak akan pernah tahu dengan kejadian-kejadian yang akan datang.
Terkadang semua terjadi di luar kendali kita. Seperti saat ini aku masih
mengira ini sebuah mimpi. Maybe i can’t be his princess, maybe it’s not like
what i want, tapi sudah bisa berada disamping pangeranku, menjadi salah satu yang ikut andil dalam peran di cerita hidupnya, itu sudah cukup. Jika benar ini sebuah mimpi, jangan
bangunkan aku.
“Luna lihat, disana ada satu bintang, sinarnya sangat terang ya? Dia
sendirian malam ini tapi tetap indah. “
Iya , sangat indah. Sama seperti saat ini, begitu indah ketika kamu ada di
sampingku , my prince.
BAGUS CERITANYA, please kunjungan baliknya! -Rudyanto Lay
BalasHapusterimakasih :) oke
BalasHapus